Jumat, 16 Oktober 2009

Bahaya MIRAS

Miras atau minuman keras merupakan cairan yang mengandung zat alkohol dalam jumlah besar dan beberapa zat lainnya yang berfungsi menimbulkan efek santai (fly) terhadap otak jika diminum dalam takaran tertentu. Efek santai yang dimaksud adalah timbulnya semacam halusinasi dan perasaan nyaman dan terbebas dari tekanan (stress) dan tanggung jawab. Cairan atau minuman ini telah terbukti merusak fisik berupa ganguan pada pencernaan (lambung, liver, dan usus) serta kecanduan (adiktif). Selain itu, kehidupan social seseorang juga akan rusak. Karena ketika mabuk akibat minuman keras, seseorang menjadi kehilangan kendali dan tidak dapat mengontrol diri. Dampak sosialnya dia akan dijauhi dan dianggap berbahaya bagi masyarakat. Di lingkungan masyarakat yang mayoritas muslim, pecandu miras akan mendapat resistensi (penolakan) karena dianggap pelaku maksiat.

Konsumsi Miras adalah Tindakan Pidana

Dalam Islam, minuman keras diwakili oleh istilah khamr. Khamr secara bahasa berarti menutup. Karena itu, minuman khamr akan menutup akal seseorang. Biasanya khamr berupa cairan yang terbuat dari perasan buah anggur atau kurma yang difermentasikan sehingga memberi efek mabuk (sukr) bagi yang meminumnya. Masyarakat Arab, tempat Al Qur’an turun, sangat akrab dengan minuman ini. Bagi mereka, minuman yang memberi efek santai ini hampir menjadi konsumsi sehari-hari. Saat itu, seakan-akan mustahil untuk menghilangkan kebiasaan ini dari kehidupan orang Arab. Inilah yang menjadi salah satu sebab sehingga larangan meminum khamr dalam Al Qur’an turun secara bertahap sebanyak tiga kali.

Ayat pertama:

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir,” (QS Al Baqarah [2]: 219).

Dalam ayat ini, tampak bahwa Al Qur’an secara halus merubah paradigma masyarakat pada waktu itu tentang khamr. Ungkapan “pada keduanya terdapat dosa dan beberapa manfaat” merupakan langkah persuasif Al Qur’an yang tidak serta merta melarang khamr sehingga dapat menimbulkan penolakan.

Ayat kedua:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. (QS An Nisa [4]: 43).

Larangan shalat dalam keadaan mabuk sebagaimana dalam ayat ini menampakkan cara Al Qur’an mempersempit ruang bagi para pecandu yang otomatis mengurangi secara bertahap kebiasaan buruk mereka.

Ayat ketiga:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al Maidah [5]: 90).

Larangan pada ayat ini bersifat final. Ketika masyarakat secara mayoritas dianggap sudah mampu menerima larangan dan meninggalan khamr, maka tidak lagi ada dispensasi. Sejak ayat ini turun, minuman khamr atau mabuk karena khamr menjadi tindak pidana (had) yang mendapatkan ancaman hukuman 80 kali dera/cambuk.

Miras dan Budaya Masyarakat

Dalam masyarakat tertentu masih terdapat kebiasaan merayakan suatu keberhasilan dengan berpesata minuman keras. Atas hasil melaut, bertani, panen kebun, dan sebagainya yang seharusnya disyukuri dengan mengeluarkan zakat, justru menjadi ajang pesta pora dengan meminum minuman keras. Untuk mengontrol dan mengendalikan efek negatif dari kebiasaan ini, diperlukan upaya bersama antara pemerintah (ulul amr) dengan ulama. Dari aspek ketertiban umum, pemerintah seharusnya dapat meminimalisir aktivitas seperti ini. Di lain pihak, peran ulama dan dai (juru dakwah) dibutuhkan dalam rangka memahamkan kepada masyarakat mengenai kedudukan atau hukum khamr dalam Islam. Seperti telah disebutkan, khamr merupakan tindak pidana yang diancam dengan hukuman berat (80 kali cambuk). Ancaman ini sesuai dengan efek dan bahaya yang ditimbulkan dari pengaruh minuman tersebut.

Miras Oplosan

Perkembangan yang memprihatinkan saat ini adalah kecanduan pada miras ini semakin tinggi. Bahkan beberapa kalangan menganggap pengaruh santai yang ada pada minuman keras standar masih kurang. Mereka menginginkan lebih. Maka muncul ide untuk mencampur miras yang standar dengan bahan dan zat lain yang dianggap dapat lebih “mengeraskan” minuman tersebut. Miras hasil campuran ini populer disebut “miras oplosan”. Akibatnya, minuman oplosan ini telah memakan banyak korban jiwa. Di Manado, Indramayu, dan di Bali sudah puluhan orang meninggal karena miras oplosan ini.

Kini dapat direnungkan betapa syariah Islam yang telah membuat rambu-rambu tertentu berupa hudud (tindak-tindak pidana) jika dilanggar benar-benar menimbulkan bahaya besar di kalangan masyarakat. Upaya sistematis untuk menggolkan pelarangan miras secara tegas adalah perjuangan (jihad) yang harus dilakukan oleh para legislator muslim. Mandat yang diperoleh dari rakyat dalam pemilu harusnya benar-benar digunakan untuk melindungi dan memakmurkan kehidupan masyarakat baik dari aspek sosial, budaya, terlebih kegamaan




Bersumber dari nuansaislam.com


Komentar :

ada 0 komentar ke “Bahaya MIRAS”

Posting Komentar