Jumat, 23 Oktober 2009

Qur'an Di Tubuh Bayi


Rusia - Kisah munculnya ayat Alquran di tubuh bayi asal Rusia Selatan, Ali Yakubov, semakin menghebohkan. Ali menjadi populer. Massa pun berdatangan mendokumentasikannya dan memburu pakaian bayi 9 bulan itu.

Seperti dilansir The medGuru, Kamis (22/10/2009), setelah kemunculan ayat Quran di tubuh Ali diberitakan, bayi Madina Yakubov itu menyedot perhatian Muslim di wilayahnya, Dagestan dan sekitarnya.

Sang ibu, Madina, menyatakan banyak orang yang datang untuk mendokumentasikan Ali, baik dalam bentuk foto maupun video.


Tidak hanya itu, pakaian Ali pun menjadi rebutan. Orang-orang mengambil semua pakaian Ali untuk dijadikan kenang-kenangan dan menggantinya dengan pakaian lain untuk sang bayi berusia 9 bulan itu.

Sebelumnya, majelis Ulama Dagestan menyatakan keberadaan Ali sebagai sebuah peringatan bagi muslim Russia dan Dagestan.

"Mereka harus menjalani perintah Allah, menyesali kesalahan-kesalahannya, dan melepaskan diri dari konflik dan perpecahan yang kini melanda Dagestan dan Caucasus," katanya.

Ulama lokal, Akhmedpasha Amiralaev juga menyatakan hal serupa. "Anak ini adalah murni tanda kebesaran Tuhan. Allah mengirimkannya di Dagestan untuk menghentikan perpecahan dan ketegangan di republik ini," pungkasnya.

Amanda Ferdina - detikNews

Readmore »

Minggu, 18 Oktober 2009

MUI: 10 (Sepuluh) Kriteria Aliran Sesat

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan 10 kriteria aliran sesat. Apabila ada satu ajaran yang terindikasi punya salah satu dari kesepuluh kriterai itu, bisa dijadikan dasar untuk masuk ke dalam kelompok aliran sesat


1. Mengingkari rukun iman (Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab Suci, Rasul, Hari Akhir, Qadla dan Qadar) dan rukun Islam (Mengucapkan 2 kalimat syahadah, sholat 5 waktu, puasa, zakat, dan Haji)


2. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`i (Alquran dan as-sunah),


3. Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran


4. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran


5. Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir




6. Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam


7. Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul


8. Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir


9. Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah


10. Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i





Bersumber dari media-islam.or.id



Readmore »

CIri Aliran Sesat

Saat ini banyak muncul aliran sesat. Di antara ciri-ciri aliran sesat adalah pimpinannya mengaku sebagai Nabi atau Rasul (biasanya mengaku sebagai Nabi Isa) agar pengikutnya lebih setia dan membawa ajaran baru yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits. Misalnya ada yang menyatakan tidak perlu sholat dan puasa atau sholat cukup hanya 1 kali saja. Ada pula yang berhaji tidak ke Mekkah, tapi di tempat lain.

Jika kita mempelajari Al Qur’an dan Hadits niscaya kita akan tahu mereka sesat. Sebagai contoh dalam satu hadits disebut mengenai rukun Iman dan rukun Islam. Pada rukun Iman disebut iman kepada Allah, MalaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya, hari akhir dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk. Iman pada Rasul berarti meyakini Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir sebagaimana disebut dalam surat Al Ahzab:40.

”Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu., tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [Al Ahzab:40]

Jadi kalau ada yang mengaku Nabi sesudah Nabi Muhammad dan membawa ajaran baru jelas dia pembohong karena ajaran Islam pada zaman Nabi Muhammad sudah disempurnakan Allah:

”Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” [Al Maa-idah:3]

Karena itu jika ada yang bilang bahwa tak perlu sholat dan puasa karena perintahnya belum turun, itu adalah sesat karena bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits.

”Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya” [Al ’Ankabuut:45]

Bahkan Nabi Isa yang nanti turun ke dunia (baca hadits Bukhari dan Muslim) tidak membawa ajaran baru. Ketika sholat dia menjadi makmum Imam Mahdi yang merupakan keturunan Nabi Muhammad. Dari hadits disebut bahwa Imam Mahdi dan Nabi Isa bahu-membahu perang melawan Dajjal hingga Dajjal tewas. Nabi Isa mematahkan salib dan semua ummat beriman ke dalam Islam. Ada pun Dajjal disebut berjalan keliling dunia menyebarkan kesesatan dan dapat menghidupkan orang yang mati. Kira-kira apa kondisi kita saat ini seperti itu? Jika tidak, berarti Nabi Isa belum kembali.

Agar tidak sesat, kita harus mempelajari Al Qur’an dan Hadits dan tidak membeo/taqlid kepada guru.

“Aku telah meninggalkan pada kamu dua hal. Kitab Allah dan sunnahku, kamu tidak akan sesat selama berpegang padanya. (Riwayat Tirmidzi)

“Aku tinggalkan kepadamu dua perkara. Selama kalian tetap berpegang pada keduanya sepeninggalku, maka kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabulloh dan Sunnahku.” [Muwatta Imam Malik, hlm. 899 Hadits no.1395]

”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An Nisaa’:59]

Dengan membaca Al Qur’an, niscaya kita akan tahu bahwa perintah sholat, zakat, puasa, haji yang ada dalam rukun Islam itu merupakan kewajiban dari Allah SWT:

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku`lah beserta orang-orang yang ruku” [Al Baqoroh:43]

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” [Al Baqoroh:183]

Jika kita kaji Al Qur’an dan hadits maka akan nyata bahwa sholat wajib itu ada 5 waktu (Subuh, dzuhur, ashar, maghrib, dan isya). Jadi begitu ada yang menyatakan tidak perlu sholat 5 waktu dan tidak perlu puasa, kita tahu orang itu sesat.

Banyak orang meski intelek atau mahasiswa, namun jarang mempelajari Al Qur’an dan Hadits. Sehingga begitu bertemu dengan orang yang sesat yang menafsirkan Al Qur’an dan Hadits sesuai dengan pikirannya sendiri, dia pun ikut tersesat.

Ciri khas dari aliran sesat adalah memisahkan diri dari jama’ah Islam (mayoritas Islam). Mereka hanya mau berguru dan mau berimaman hanya dengan kelompok mereka sendiri: Mereka memiliki masjid sendiri dan tidak mau sholat di masjid di luar kelompok mereka.

“Sesungguhnya ummatku berpecah-belah menjadi 73 golongan. Satu golongan di dalam surga dan 72 golongan di dalam neraka.” Ditanyakan kepada beliau: “Siapakah mereka (yang 1 golongan) itu ya Rosululloh?” Beliau menjawab: “Al Jama’ah”. [HR. Ibnu Majah, no.3992; Ibnu Abi ‘Ashim, no.63; dan Al Laikai, 1/101]

Jama’ah artinya kumpulan terbesar. Meski hanya satu, tapi itulah kumpulan yang terbesar. Sementara kelompok sesat meski terbagi dalam 72 kelompok, tapi mereka terbagi dalam kelompok keci-kecil. Oleh karena itu umumnya kelompok sesat dari 1,2 milyar ummat Islam jumlahnya rata-rata kurang dari 10 juta orang.

“Ummatku akan terpecah menjadi 73 golongan, seluruhnya akan masuk an-Nar, hanya 1 yang masuk al-Jannah.” Kami (para sahabat) bertanya, “Yang mana yang selamat?” Rosululloh saw. menjawab, “Yang mengikutiku dan para Shahabatku.” [HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah]

Nabi berkata bahwa ummat Islam tidak akan bersatu dalam kesesatan dan Allah melindungi kelompok Muslim terbanyak:

” Ummatku tidak akan bersatu di dalam kesesatan.” [ Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Hakim- Sahih]

“Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku atas kesesatan dan perlindungan Allah beserta orang banyak.” [HR Tirmidzi]

Jika ada kelompok pengajian jumlahnya sedikit sekali, tapi mengkafirkan seluruh ummat Islam di luar kelompoknya, maka kelompok itu niscaya sesat.

Anda harus selalu bergaul dengan jama’ah Muslim. Bergurulah dengan berbagai guru agar mendapat banyak ilmu dan bisa merangkum kebenaran yang sejati. Jika hanya belajar pada satu guru dan guru itu ternyata sesat, niscaya kita akan sesat juga jika tidak mau belajar dari guru lainnya.

Berikut satu hadits yang memuat pokok keimanan dan keIslaman. Orang yang melanggar rukun Iman dan rukun Islam, niscaya dia telah sesat:

Umar bin Khattab ra. berkata :Suatu ketika kami (para sahabat) duduk di dekat Rasulullah SAW. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang laki-laki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata, “Hai Muhammad, beritakan kepadaku tentang Islam”. Rasulullah SAW menjawab, “Islam adalah engkai bersaksi tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan engkau menunaikan haji ke Baitullah jika engkau telah mampu melakukannya”. Lelaki itu berkata. “Engkau benar”. Maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.

Kemudian ia bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang iman”. Nabi menjawab. “Iman adalah engaku beriman kepada Allah, MalaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya, hari akhir dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk”. Ia berkata. “Engkau benar”.

Dia bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang Ihsan”. Nabi menjawab, “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya, kalaupun engkau tidak melihatNya sesungguhnya Dia melihatmu”.

Lelaki itu berkata lagi, “Beritahukan kepadaku kapan terjadinya kiamat”. Nabi menjawab, “Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya”. Dia pun bertanya lagi, “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya”. Nabi menjawab, “Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya, jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing yang saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”

Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam sehingga Nabi bertanya kepadaku, “Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab, “Allah dan RasulNya lebih mengetahui”. Beliau bersabda, “Ia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama kalian”. (HR. Muslim)



Bersumber dari media-islam.or.id

Readmore »

Jumat, 16 Oktober 2009

Empat Istri

Suatu ketika, ada seorang pedagang kaya yang mempunyai 4 isteri. Dia mencintai isteri ke-4 dan menganugerahinya harta dan kesenangan, sebab ia yang tercantik di antara semua isterinya. Pria ini juga mencintai isterinya yang ke-3. ia sangat bangga dengan sang isteri dan selalu berusaha untuk memperkenalkan wanita cantik ini kepada semua temannya. Namun ia juga selalu kuatir kalau isterinya ini lari dengan pria lain.
Begitu juga dengan isteri ke-2. Sang pedagang sangat menyukainya karena ia isteri yang sabar dan penuh pengertian. Kapan pun pedagang mendapat masalah, ia selalu minta pertimbangan isteri ke-2-nya ini, yang selalu menolong dan mendampingi sang suami melewati masa2 sulit. Sama halnya dengan isteri pertama. Ia adalah pasangan yang sangat setia dan selalu membawa perbaikan bagi kehidupan keluarganya

Wanita ini yang merawat dan mengatur semua kekayaan dan bisnis sang suami. Akan tetapi, sang pedagang kurang mencintainya meski isteri pertama ini begitu sayang kepadanya. Suatu hari si pedagang sakit dan menyadari bahwa ia akan segera meninggal. Ia meresapi semua kehidupan indahnya dan berkata dalam hati, "Saat ini aku punya 4 isteri. Namun saat aku meninggal, aku akan sendiri. Betapa menyedihkan."
ISTERI KE-4: NO WAY Lalu pedagang itu memanggil semua isterinya dan bertanya pada isteri ke-4-nya. "Engkaulah yang paling kucintai, kuberikan kau gaun dan perhiasan indah. Nah, sekarang aku akan mati. Maukah kamu mendampingi dan menemaniku?" Ia terdiam.... tentu saja tidak! Jawab isteri ke-4 dan pergi begitu saja tanpa berkata apa2 lagi. Jawaban ini sangat menyakitkan hati. Seakan2 ada pisau terhunus dan mengiris- iris hatinya.
ISTERI KE-3: MENIKAH LAGI Pedagang itu sedih lalu bertanya pada isteri ke-3. "Aku pun mencintaimu sepenuh hati dan saat ini hidupku akan berakhir. Maukah kau ikut denganku dan menemani akhir hayatku?" Isterinya menjawab, hidup begitu indah di sini. Aku akan menikah lagi jika kau mati. Bagai disambar petir di siang bolong, sang pedagang sangat terpukul dengan jawaban tsb. Badannya terasa demam.
ISTERI KE-2: SAMPAI LIANG KUBUR Kemudian ia memanggil isteri ke-2. "Aku selalu berpaling kepadamu setiap kali aku mendapat masalah dan kau selalu membantuku sepenuh hati. Kini aku butuh sekali bantuanmu. Kalau aku mati, maukah engkau mendampingiku?" Jawab sang isteri, "Maafkan aku kali ini aku tak bisa menolongmu. Aku hanya bisa mengantarmu hingga ke liang kubur. Nanti akan kubuatkan makam yang indah untukmu."
ISTERI KE-1: SETIA BERSAMA SUAMI Pedagang ini merasa putus asa. Dalam kondisi kecewa itu, tiba2 terdengar suara, "Aku akan tinggal bersamamu dan menemanimu kemana pun kau pergi. Aku tak akan meninggalkanmu, aku akan setia bersamamu.
Pria itu lalu menoleh ke samping, dan mendapati isteri pertamanya di sana. Ia tampak begitu kurus. Badannya seperti orang kelaparan. Merasa menyesal, sang pedagang lalu bergumam, "Kalau saja aku bisa merawatmu lebih baik saat aku mampu, tak akan kubiarkan engkau kurus seperti ini, isteriku."
HIDUP KITA DIWARNAI 4 ISTERI Sesungguhnya, kita punya 4 isteri dalam hidup ini. Isteri ke-4 adalah TUBUH kita. Seberapa banyak waktu dan biaya yang kita keluarkan untuk tubuh kita supaya tampak indah dan gagah. Semua ini akan hilang dalam suatu batas waktu dan ruang. Tak ada keindahan dan kegagahan yang tersisa saat kita menghadap kepada-Nya.
Isteri ke-3, STATUS SOSIAL DAN KEKAYAAN. Saat kita meninggal, semuanya akan pergi kepada yang lain. Mereka akan berpindah dan melupakan kita yang pernah memilikinya. Sebesar apapun kedudukan kita dalam masyarakat dan sebanyak apapun harta kita, semua itu akan berpindah tangan dalam waktu sekejap ketika kita tiada.
Sedangkan isteri ke-2, yakni KERABAT DAN TEMAN. Seberapa pun dekat hubungan kita dengan mereka, kita tak akan bisa terus bersama mereka. Hanya sampai liang kuburlah mereka menemani kita. Dan sesungguhnya isteri pertama kita adalah JIWA DAN AMAL KITA. Sebenarnya hanya jiwa dan amal kita sajalah yang mampu untuk terus setia mendampingi kemana pun kita melangkah. Hanya amallah yang mampu menolong kita di akhirat kelak.
Jadi, selagi mampu, perlakukanlah jiwa kita dengan bijak serta jangan pernah malu untuk berbuat amal, memberikan pertolongan kepada sesama yang membutuhkan. Betapa pun kecilnya bantuan kita, pemberian kita menjadi sangat berarti bagi mereka yang memerlukannya.
Mari kita belajar memperlakukan jiwa dan amal kita dengan bijak.



Readmore »

Fiqih Islam

PENGERTIAN FIQIH
Fiqih menurut bahasa berarti paham, seperti dalam firman Allah :
“Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?” (QS.An Nisa :78)
dan sabda Rasulullah :
“Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang, merupakan tanda akan kepahamannya” (Muslim no.1437, Ahmad no.17598, Daarimi no.1511)
Fiqih Secara istilah mengandung dua arti:
1. Pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad.
2. Hukum-hukum syari’at itu sendiri
Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut bahwa yang pertama di gunakan untuk mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang ingin mengetahui apakah suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau makruh, ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang ada), sedangkan yang kedua adalah untuk hukum-hukum syari’at itu sendiri (Yaitu hukum apa saja yang terkandung dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun –rukun, kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya).

HUBUNGAN ANTARA FIQIH DAN AQIDAH ISLAM
Diantara keistimewaan fiqih Islam –yang kita katakan sebagai hukum-hukum syari’at yang mengatur perbuatan dan perkataan mukallaf – memiliki keterikatan yang kuat dengan keimanan terhadap Allah dan rukun-rukun aqidah Islam yang lain. Terutama Aqidah yang berkaitan dengan iman dengan hari akhir.
Yang demikian Itu dikarenakan keimanan kepada Allah-lah yang dapat menjadikan seorang muslim berpegang teguh dengan hukum-hukum agama, dan terkendali untuk menerapkannya sebagai bentuk ketaatan dan kerelaan. Sedangkan orang yang tidak beriman kepada Allah tidak merasa terikat dengan shalat maupun puasa dan tidak memperhatikan apakah perbuatannya termasuk yang halal atau haram. Maka berpegang teguh dengan hukum-hukum syari’at tidak lain merupakan bagian dari keimanan terhadap Dzat yang menurunkan dan mensyari’atkannya terhadap para hambaNya.
Contohnya:

a. Allah memerintahkan bersuci dan menjadikannya sebagai salah satu keharusan dalam keiman kepada Allah sebagaimana firman-Nya :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS.Al maidah:6)

b. Juga seperti shalat dan zakat yang Allah kaitkan dengan keimanan terhadap hari akhir, sebagaimana firman-Nya :
“(yaitu) orang-orang yang mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat.” (QS. An naml:3)

Demikian pula taqwa, pergaulan baik, menjauhi kemungkaran dan contoh lainnya, yang tidak memungkinkan untuk disebutkan satu persatu. (lihat fiqhul manhaj hal.9-12)

FIQIH ISLAM MENCAKUP SELURUH KEBUTUHAN MANUSIA
Tidak ragu lagi bahwa kehidupan manusia meliputi segala aspek. Dan kebahagiaan yang ingin dicapai oleh manusia mengharuskannya untuk memperhatikan semua aspek tersebut dengan cara yang terprogram dan teratur. Manakala fiqih Islam adalah ungkapan tentang hukum-hukum yang Allah syari’atkan kepada para hamba-Nya, demi mengayomi seluruh kemaslahatan mereka dan mencegah timbulnya kerusakan ditengah-tengah mereka, maka fiqih Islam datang memperhatikan aspek tersebut dan mengatur seluruh kebutuhan manusia beserta hukum-hukumnya.

Penjelasannya sebagai berikut:
Kalau kita memperhatikan kitab-kitab fiqih yang mengandung hukum-hukum syari’at yang bersumber dari Kitab Allah, Sunnah Rasulnya, serta Ijma (kesepakatan) dan Ijtihad para ulama kaum muslimin, niscaya kita dapati kitab-kitab tersebut terbagi menjadi tujuh bagian, yang kesemuanya membentuk satu undang-undang umum bagi kehidupan manusia baik bersifat pribadi maupun bermasyarakat. Yang perinciannya sebagai berikut:

1. Hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah. Seperti wudhu, shalat, puasa, haji dan yang lainnya. Dan ini disebut dengan Fiqih Ibadah.

2. Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah kekeluargaan. Seperti pernikahan, talaq, nasab, persusuan, nafkah, warisan dan yang lainya. Dan ini disebut dengan fikih Al ahwal As sakhsiyah.

3. Hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan hubungan diantara mereka, seperti jual beli, jaminan, sewa menyewa, pengadilan dan yang lainnya. Dan ini disebut fiqih mu’amalah.

4. Hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban pemimpin (kepala negara). Seperti menegakan keadilan, memberantas kedzaliman dan menerapkan hukum-hukum syari’at, serta yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban rakyat yang dipimpin. Seperti kewajiban taat dalam hal yang bukan ma’siat, dan yang lainnya. Dan ini disebut dengan fiqih siasah syar’iah.

5. Hukum-hukum yang berkaitan dengan hukuman terhadap pelaku-pelaku kejahatan, serta penjagaan keamanan dan ketertiban. Seperti hukuman terhadap pembunuh, pencuri, pemabuk, dan yang lainnya. Dan ini disebut sebagai fiqih Al ‘ukubat.

6. Hukum-hukum yang mengatur hubungan negeri Islam dengan negeri lainnya. Yang berkaitan dengan pembahasan tentang perang atau damai dan yang lainnya. Dan ini dinamakan dengan fiqih as Siyar.

7. Hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlak dan prilaku, yang baik maupun yang buruk. Dan ini disebut dengan adab dan akhlak

Demikianlah kita dapati bahwa fiqih Islam dengan hukum-hukumnya meliputi semua kebutuhan manusia dan memperhatikan seluruh aspek kehidupan pribadi dan masyarakat.

SUMBER-SUMBER FIQIH ISLAM
Semua hukum yang terdapat dalam fiqih Islam kembali kepada empat sumber:

AL QUR’AN

Al Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Ia adalah sumber pertama bagi hukum-hukum fiqih Islam. Jika kita menjumpai suatu permasalahan, maka pertamakali kita harus kembali kepada Kitab Allah guna mencari hukumnya. Sebagai contoh :

a. Bila kita ditanya tentang hukum khamer (miras), judi, pengagungan terhadap bebatuan dan mengundi nasib, maka jika kita merujuk kepada Al Qur’an niscaya kita akan mendapatkannya dalam firman Allah swt: (QS. Al maidah : 90)

b. Bila kita ditanya tentang masalah jual beli dan riba, maka kita dapatkan hukum hal tersebut dalam Kitab Allah (QS. Al baqarah : 275). Dan masih banyak contoh-contoh yang lain yang tidak memungkinkan untuk di perinci satu persatu.

AS SUNNAH
As-Sunnah yaitu semua yang bersumber dari Nabi berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan.

Contoh perkataan/sabda Nabi :
“Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran”( Bukhari no.46,48, muslim no. .64,97, Tirmidzi no.1906,2558, Nasa’I no.4036, 4037, Ibnu Majah no.68, Ahmad no.3465,3708)

Contoh perbuatan:
apa yang diriwayatkan oleh Bukhari (Bukhari no.635, juga diriwayatkan oleh Tirmidzi no.3413, dan Ahmad no.23093,23800,34528) bahwa ‘Aisyah pernah ditanya: apa yang biasa dilakukan Rasulullah dirumahnya ? Aisyah menjawab:
“Beliau membantu keluarganya; kemudian bila datang waktu shalat, beliau keluar untuk menunaikannya.”
Contoh persetujuan :
apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (Hadits no.1267) bahwa Nabi pernah melihat seseorang shalat dua rakaat setelah sholat subuh, maka Nabi berkata kepadanya:
“Shalat subuh itu dua rakaat” orang tersebut menjawab, “sesungguhnya saya belum shalat sunat dua rakaat sebelum subuh, maka saya kerjakan sekarang.” Lalu Nabi saw terdiam”
Maka diamnya beliau berarti menyetujui disyari’atkannya shalat sunat qabliah subuh tersebut setelah shalat subuh bagi yang belum menunaikannya.
As-Sunnah adalah sumber kedua setelah al Qur’an. Bila kita tidak mendapatkan hukum dari suatu permasalahn dalam Al Qur’an maka kita merujuk kepada as-Sunnah dan wajib mengamalkannya jika kita mendapatkan hukum tersebut. Dengan syarat, benar-benar bersumber dari Nabi e dengan sanad yang sahih. As Sunnah berfungsi sebagai penjelas al Qur’an dari apa yang bersifat global dan umum. Seperti perintah shalat; maka bagaimana tatacaranya didapati dalam as Sunnah. Oleh karena itu Nabi bersabda:
“shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” (Bukhari no.595)
Sebagaimana pula as-Sunnah menetapkan sebagian hukum-hukum yang tidak dijelaskan dalam Al Qur’an. Seperti pengharaman memakai cincin emas dan kain sutra bagi laki-laki.

IJMA’
Ijma’ bermakna: Kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Muhammad saw dari suatu generasi atas suatu hukum syar’i, dan jika sudah bersepakat ulama-ulama tersebut—baik pada generasi sahabat atau sesudahnya—akan suatu hukum syari’at maka kesepakatan mereka adalah ijma’, dan beramal dengan apa yang telah menjadi suatu ijma’ hukumnya wajib.
Dan dalil akan hal tersebut sebagaimana yang dikabarkan Nabi saw, bahwa tidaklah umat ini akan berkumpul (bersepakat) dalam kesesatan, dan apa yang telah menjadi kesepakatan adalah hak (benar).
Dari Abu Bashrah ra, bahwa Nabi saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan ummatku atau ummat Muhammad berkumpul (besepakat) di atas kesesatan” (Tirmidzi no.2093, Ahmad 6/396)
Contohnya:
Ijma para sahabat ra bahwa kakek mendapatkan bagian 1/6 dari harta warisan bersama anak laki-laki apabila tidak terdapat bapak.
Ijma’ merupakan sumber rujukan ketiga. Jika kita tidak mendapatkan didalam Al Qur’an dan demikian pula sunnah, maka untuk hal yang seperti ini kita melihat, apakah hal tersebut telah disepakatai oleh para ulama muslimin, apabila sudah, maka wajib bagi kita mengambilnya dan beramal dengannya.

QIYAS
Yaitu: Mencocokan perkara yang tidak didapatkan didalamnya hukum syar’i dengan perkara lain yang memiliki nas yang sehukum dengannya, dikarenakan persamaan sebab/alasan antara keduanya.
Pada qiyas inilah kita meruju’ apabila kita tidak mendapatkan nash dalam suatu hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al Qur’an, sunnah maupun ijma’.
Ia merupakan sumber rujukan keempat setelah Al Qur’an, as Sunnah dan Ijma’.

Rukun Qiyas
Qiyas memiliki empat rukun: 1. Dasar (dalil), 2. Masalah yang akan diqiyaskan, 3. Hukum yang terdapat pada dalil, 4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan.

Contoh:
Allah mengharamkan khamer dengan dalil Al Qur’an, sebab atau alasan pengharamannya adalah karena ia memabukkan, dan menghilangkan kesadaran. Jika kita menemukan minuman memabukkan lain dengan nama yang berbeda selain khamer, maka kita menghukuminya dengan haram, sebagai hasil Qiyas dari khamer. Karena sebab atau alasan pengharaman khamer yaitu “memabukkan” terdapat pada minuman tersebut, sehingga ia menjadi haram sebagaimana pula khamer.
Inilah sumber-sumber yang menjadi rujukan syari’at dalam perkara-perkara fiqih Islam, kami sebutkan semoga mendapat manfaat, adapun lebih lengkapnya dapat dilihat di dalam kitab-kitab usul fiqh Islam ( fiqhul manhaj, ‘ala manhaj imam syafi’i)

Wallahu A’lam .



Diambil dari Majalah Fatawa




Readmore »

Bahaya MIRAS

Miras atau minuman keras merupakan cairan yang mengandung zat alkohol dalam jumlah besar dan beberapa zat lainnya yang berfungsi menimbulkan efek santai (fly) terhadap otak jika diminum dalam takaran tertentu. Efek santai yang dimaksud adalah timbulnya semacam halusinasi dan perasaan nyaman dan terbebas dari tekanan (stress) dan tanggung jawab. Cairan atau minuman ini telah terbukti merusak fisik berupa ganguan pada pencernaan (lambung, liver, dan usus) serta kecanduan (adiktif). Selain itu, kehidupan social seseorang juga akan rusak. Karena ketika mabuk akibat minuman keras, seseorang menjadi kehilangan kendali dan tidak dapat mengontrol diri. Dampak sosialnya dia akan dijauhi dan dianggap berbahaya bagi masyarakat. Di lingkungan masyarakat yang mayoritas muslim, pecandu miras akan mendapat resistensi (penolakan) karena dianggap pelaku maksiat.

Konsumsi Miras adalah Tindakan Pidana

Dalam Islam, minuman keras diwakili oleh istilah khamr. Khamr secara bahasa berarti menutup. Karena itu, minuman khamr akan menutup akal seseorang. Biasanya khamr berupa cairan yang terbuat dari perasan buah anggur atau kurma yang difermentasikan sehingga memberi efek mabuk (sukr) bagi yang meminumnya. Masyarakat Arab, tempat Al Qur’an turun, sangat akrab dengan minuman ini. Bagi mereka, minuman yang memberi efek santai ini hampir menjadi konsumsi sehari-hari. Saat itu, seakan-akan mustahil untuk menghilangkan kebiasaan ini dari kehidupan orang Arab. Inilah yang menjadi salah satu sebab sehingga larangan meminum khamr dalam Al Qur’an turun secara bertahap sebanyak tiga kali.

Ayat pertama:

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir,” (QS Al Baqarah [2]: 219).

Dalam ayat ini, tampak bahwa Al Qur’an secara halus merubah paradigma masyarakat pada waktu itu tentang khamr. Ungkapan “pada keduanya terdapat dosa dan beberapa manfaat” merupakan langkah persuasif Al Qur’an yang tidak serta merta melarang khamr sehingga dapat menimbulkan penolakan.

Ayat kedua:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. (QS An Nisa [4]: 43).

Larangan shalat dalam keadaan mabuk sebagaimana dalam ayat ini menampakkan cara Al Qur’an mempersempit ruang bagi para pecandu yang otomatis mengurangi secara bertahap kebiasaan buruk mereka.

Ayat ketiga:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al Maidah [5]: 90).

Larangan pada ayat ini bersifat final. Ketika masyarakat secara mayoritas dianggap sudah mampu menerima larangan dan meninggalan khamr, maka tidak lagi ada dispensasi. Sejak ayat ini turun, minuman khamr atau mabuk karena khamr menjadi tindak pidana (had) yang mendapatkan ancaman hukuman 80 kali dera/cambuk.

Miras dan Budaya Masyarakat

Dalam masyarakat tertentu masih terdapat kebiasaan merayakan suatu keberhasilan dengan berpesata minuman keras. Atas hasil melaut, bertani, panen kebun, dan sebagainya yang seharusnya disyukuri dengan mengeluarkan zakat, justru menjadi ajang pesta pora dengan meminum minuman keras. Untuk mengontrol dan mengendalikan efek negatif dari kebiasaan ini, diperlukan upaya bersama antara pemerintah (ulul amr) dengan ulama. Dari aspek ketertiban umum, pemerintah seharusnya dapat meminimalisir aktivitas seperti ini. Di lain pihak, peran ulama dan dai (juru dakwah) dibutuhkan dalam rangka memahamkan kepada masyarakat mengenai kedudukan atau hukum khamr dalam Islam. Seperti telah disebutkan, khamr merupakan tindak pidana yang diancam dengan hukuman berat (80 kali cambuk). Ancaman ini sesuai dengan efek dan bahaya yang ditimbulkan dari pengaruh minuman tersebut.

Miras Oplosan

Perkembangan yang memprihatinkan saat ini adalah kecanduan pada miras ini semakin tinggi. Bahkan beberapa kalangan menganggap pengaruh santai yang ada pada minuman keras standar masih kurang. Mereka menginginkan lebih. Maka muncul ide untuk mencampur miras yang standar dengan bahan dan zat lain yang dianggap dapat lebih “mengeraskan” minuman tersebut. Miras hasil campuran ini populer disebut “miras oplosan”. Akibatnya, minuman oplosan ini telah memakan banyak korban jiwa. Di Manado, Indramayu, dan di Bali sudah puluhan orang meninggal karena miras oplosan ini.

Kini dapat direnungkan betapa syariah Islam yang telah membuat rambu-rambu tertentu berupa hudud (tindak-tindak pidana) jika dilanggar benar-benar menimbulkan bahaya besar di kalangan masyarakat. Upaya sistematis untuk menggolkan pelarangan miras secara tegas adalah perjuangan (jihad) yang harus dilakukan oleh para legislator muslim. Mandat yang diperoleh dari rakyat dalam pemilu harusnya benar-benar digunakan untuk melindungi dan memakmurkan kehidupan masyarakat baik dari aspek sosial, budaya, terlebih kegamaan


Bersumber dari nuansaislam.com


Readmore »

Kamis, 15 Oktober 2009

Kutinggalkan Keyakinan Lama ku

Namaku dulu adalah Kavita, dan nama panggilanku Poonam. Setelah memeluk Islam, aku bernama Nur Fatima. Usiaku 30-an tahun. Tapi aku merasa baru berumur lima tahun, karena pengetahuanku tentang Islam tidak melebihi pengetahuan anak usia 5 tahun
Aku dulu bersekolah di Mumbai, di sebuah sekolah yang cukup besar khusus untuk anak-anak dari keluarga bangsawan. Kemudian aku melanjutkan pendidikan ke Universitas Cambridge. Setelah menyelesaikan program master, aku mengambil banyak kursus komputer.
Aku menyesal, banyak gelar duniawi yang sudah diraih, tapi aku belum melakukan apapun untuk kehidupan akhirat. Sekarang aku ingin melakukan sesuatu untuk akhiratku.
Lingkungan tempat aku dibesarkan, adalah lingkungan Hindu ekstrimis yang sangat membenci Islam. Keluargaku bagian dari dari organisasi Hindu garis keras, Shiv Sena.
Aku menikah di Mumbai, dan memiliki dua orang putra. Bersama suami dan anak-anak, kami kemudian pindah ke Bahrain.
Aku memeluk Islam setelah menikah, tapi aku sudah tidak meyukai menyembah dewa-dewa pujaanku sejak aku beranjak dewasa. Aku ingat, suatu hari aku membuang sesembahanku ke kamar mandi. Ketika ibu menegur aku, kukatakan padanya bahwa benda-benda itu tidak bisa melindungi diri mereka sendiri. Jadi mengapa kita meminta berkah dari mereka, menyembah mereka. Apa yang bisa mereka berikan kepada kita?
Ada sebuah ritual di keluarga kami, jika seorang gadis sudah menikah, maka ia membasuh kaki suaminya, lalu meminum air basuhannya. Tapi aku menolak melakukan hal itu sejak hari pertama menikah. Karena itu aku dimarahi habis-habisan.
Ketika masih sendiri aku pernah mengikuti sekolah pendidikan guru, dan aku suka mengendarai mobil sendirian. Aku kadang mengunjungi sebuah Islamic Center terdekat. Di sana, aku mendengarkan pembicaraan orang, dan akhirnya mengetahui bahwa orang Islam tidak menyembah dewa.

Mereka tidak mencari karunia dari seseorang yang lain. Mereka tidak punya Baghawan. Aku suka cara pandang mereka. Pada akhirnya aku mengetahui, yang mereka sembah ternyata adalah Allah, Yang Mengurus segala sesuatu.
Aku terkesan sekali dengan shalat. Awalnya aku tidak tahu itu adalah cara orang Islam berdoa. Yang aku tahu orang Islam sering melakukannya. Dulu kusangka itu semacam olahraga. Aku baru mengetahui gerakan itu dinamakan shalat ketika mulai mengunjungi Islamic Center.
Aku sering bermimpi setiap kali tidur. Aku melihat ada sebuah ruangan persegi empat. Mimpi itu selalu mengganggu tidurku dan membuat aku terbangun dalam keadaan berkeringat. Ruangan yang sama selalu muncul dalam mimpi ketika aku tidur kembali.
Setelah menikah aku pindah ke Bahrain, tempat yang membantu aku memahami Islam dengan lebih baik. Karena itu adalah sebuah negara Muslim, maka aku dikelilingi oleh tetangga Muslim. Aku berteman dengan seorang Muslimah. Ia jarang mengunjungiku, tapi aku sering mengunjunginya.
suatu hari ia melarang aku mengunjungi rumahnya, karena waktu itu bulan Ramadhan, bulan untuk beribadah. "Ibadahku terganggu karena kamu berkunjung ke rumah," begitu katanya.
Aku sangat ingin tahu tentang ibadah ritual yang dilakukan orang Islam. Oleh karena itu aku memintanya untuk tidak melarangku berkunjung ke rumahnya. Aku berkata, "Lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan. Aku hanya akan melihat apa yang kamu lakukan. Aku tidak akan berkata apapun, dan hanya akan mendengar apa yang kamu baca." Maka ia pun tidak melarangku berkunjung ke rumahnya.
Ketika aku melihatnya sedang beribadah, aku tertarik untuk menirukannya. Kemudian aku bertanya padanya tentang "gerak badan" itu. Ia memberitahu, itu namanya shalat. Dan buku yang selalu ia baca, adalah kitab suci Al-Quran.
Aku berharap bisa melakukan semua yang ia lakukan. Aku pulang ke rumah dan mengunci diri dalam kamar. Aku meniru semua apa yang dilakukan temanku secara diam-diam, meskipun aku tidak tahu banyak mengenai hal itu.
Suatu hari aku lupa mengunci kamar dan melakukan shalat, ketika itu suamiku masuk. Ia bertanya, apa yang aku lakukan. Aku bilang, "Aku melakukan shalat." Ia pun berkata, "Apakah kamu masih waras? Kamu tahu apa yang kamu katakan?"Awalnya aku ragu. Mataku terpejam dan ketakutan. Tapi tiba-tiba, aku merasa ada sebuah kekuatan besar dalam diriku, yang membuat aku berani untuk menghadapi situasi saat itu. Aku berkata bahwa aku sudah memeluk agama Islam, dan karena itu aku melakukan shalat.Suamiku berseru, "Apa?! Apa kamu bilang? Coba kamu katakan sekali lagi?" Aku mengulangi ucapanku, sambil memberi tekanan, "Ya! Aku masuk Islam." Mendengar hal itu ia langsung memukuli aku.Kakakku mendengar suara ribut-ribut dan mendatangi kami. Ia berusaha menyelamatkan aku. Tapi, ketika suamiku menceritakan semuanya, ia pun maju dan ikut memukuli aku.Aku berusaha menghentikannya dengan berkata, "Kamu tidak perlu ikut campur. Aku tahu apa yang baik dan apa yang buruk buatku. Aku telah memilih jalanku."Mendengar perkataanku itu, suamiku semakin naik pitam. Ia menyiksaku sedemikian rupa hingga aku tidak sadarkan diri.
Ketika itu semua terjadi, kedua putraku berada di rumah. Saat itu putra pertamaku berusia 9 tahun dan adiknya 8 tahun.Tapi setelah peristiwa itu, aku tidak diperbolehkan bertemu siapapun. Aku dikurung dalam sebuah ruangan. Meskipun sebenarnya belum benar-benar memeluk Islam, tapi aku selalu mengatakan bahwa aku telah masuk Islam.
Suatu malam, ketika aku masih dikurung, putra sulungku datang dan menangis dalam pelukanku. Aku bertanya, kemana anggota keluarga yang lain. Ia bilang mereka semua pergi mengunjungi sebuah acara. Tak ada seorang pun di rumah. (Malam itu ada sebuah festival keagamaan).
Putraku minta agar aku kabur dari rumah, karena keluargaku akan membunuhku. Aku katakan padanya, bahwa hal seperti itu tidak akan terjadi. Mereka tidak akan menyakiti aku. Dan kukatakan pada putraku, agar ia menjaga dirinya sendiri dan juga adiknya.
Tapi ia terus memaksa dan memohon agar aku meninggalkan rumah. Aku berusaha membuatnya mengerti, jika aku pergi maka aku tidak bisa bertemu dirinya dan adiknya. Namun ia menjawab, aku akan bisa menemui mereka jika aku masih hidup. "Pergilah mama, mereka akan membunuhmu," katanya.
Akhirnya aku memutuskan untuk pergi. Aku tak bisa melupakan peristiwa itu, ketika putra pertamaku membangunkan adiknya dan berkata, "Bangunlah. Mama akan pergi meninggalkan rumah. Temuilah ia sekarang, karena kita tidak tahu apakah kita akan berjumpa lagi dengannya atau tidak."
Itu pertama kali si bungsu melihatku setelah kami tak jumpa sekian lama. Ia mengusap-usap matanya ketika melihatku. Ketika aku mendekatinya, ia pun memelukku dan menangis tersedu-sedu. Anak-anak mungkin sudah mengetahui semuanya. Ia hanya berkata, "Mama akan pergi?" Aku hanya mengangguk, dan meyakinkannya jika kami akan bertemu lagi.
Aku merasa meremukkan cinta seorang ibu dengan kakiku. Di satu tangan aku menggenggam cinta anak-anakku, dan di tangan lain aku menggenggam cintaku pada Islam yang akan menggantikannya. Aku merintih dan memeluk erat anak-anakku. Aku berusaha menghancurkan cintaku pada mereka.
Luka-lukaku masih segar, aku tidak bisa berjalan. Namun aku berusaha untuk melakukannya.
Kedua putraku menyaksikan kepergianku malam itu, di malam yang gelap dan dingin. Mereka melambaikan tangan sambil menangis di pintu gerbang.
Aku tidak bisa melupakan saat-saat itu. Setiap kali aku mengingatnya, aku teringat orang-orang yang telah meninggalkan rumah dan keluarga mereka demi untuk Islam.
Setelah meninggalkan rumah, aku langsung menuju ke kantor polisi. Masalahku saat itu, mereka tidak mengerti bahasaku. Untungnya, seorang di antara mereka bisa berbahasa Inggris.
Saat itu aku sulit bernapas dan tidak bisa bicara karena gemetaran. Aku memintanya agar mengizinkanku beristirahat sampai aku bisa memulihkan keadaanku.
Tak lama kemudian aku pun pulih. Aku katakan padanya kalau aku meninggalkan rumah dan ingin memeluk Islam. Aku ragu-ragu untuk menceritakan semua kejadian yang sebenarnya. Namun polisi itu berusaha menenangkanku dan berkata bahwa ia seorang Muslim, ia akan membantuku semaksimal mungkin. Kemudian aku diajak pulang ke rumahnya dan diberi tempat menginap di sana.
Pagi harinya, suamiku mendatangi kantor polisi meminta bantuan. Ia mengatakan bahwa istrinya telah diculik. Tapi kemudian dikatakan kepadanya bahwa istrinya tidak diculik. Istrinya datang sendiri ke kantor polisi. Karena ia ingin memeluk Islam, maka suaminya tidak lagi memiliki hubungan dengannya karena berbeda agama. Jadi istrinya tidak boleh pergi dengannya.
Suamiku memaksa, dan mulai mengancam. Tapi aku sendiri menolak untuk pergi bersamanya. Aku mengatakan bahwa ia boleh mengambil semua perhiasanku, tabungan, dan rumah milikku. Tapi aku tidak akan pergi dengannya.Awalnya ia tidak menyerah. Namun, karena melihat kegigihanku menolaknya, ia pun minta dibuatkan pernyataan tertulis bahwa ia mendapatkan semua harta bendaku.Polisi yang menolongku berkata bahwa sekarang keluargaku tidak bisa menyakitiku lagi, dan aku bisa memeluk Islam. Aku berterima kasih padanya, lalu pergi ke rumah sakit, karena seluruh badanku penuh dengan luka.Aku tinggal beberapa hari di rumah sakit. Suatu hari seorang dokter bertanya, "Dari mana asalmu? Tidak ada seorang anggota keluarga pun yang datang menjengukmu ke rumah sakit." Aku diam, tidak menjawab. Sebab aku meninggalkan rumah karena mencari satu hal. Dan sekarang aku tidak memiliki rumah atau keluarga. Yang aku miliki hanya Islam.
Polisi Muslim yang menolongku, ia memanggilku sebagai seorang saudara perempuan. Dan ketika aku berada di rumahnya, ia memperlakukanku seperti saudara kandungnya. Ia telah memberiku tempat berteduh di malam yang dingin, ketika aku kehilangan seluruh keluargaku. Aku tidak akan pernah melupakan jasanya.
Dan ketika aku berada di rumah sakit, aku bingung. Apa selanjutnya yang harus aku lakukan? Kemana aku harus mencari tempat berlindung yang aman.Setelah keluar dari rumah sakit, aku langsung pergi ke Islamic Center. Saat itu tidak ada seorang pun, hanya ada seorang bapak tua yang sepertinya tinggal di sana. Aku menemuinya, dan kukatakan maksud kedatanganku. Sejenak ia merasa ragu, lalu berkata, "Nak, sari ini bukanlah pakaian seorang Muslimah. Pergi dan pakailah kerudung, tutupilah dirimu sebagaimana orang Muslim."Aku mempunyai sisa uang yang kubawa ketika meninggalkan kantor polisi. Kubeli seperangkat pakaian dengan uang itu, lalu kembali ke Islamic Center.
Pak tua itu mengajariku cara berwudhu. Setelah aku berwudhu, ia membawaku ke sebuah ruangan. Ketika memasuki ruangan itu, aku melihat sebuah gambar tergantung di dinding. Aku terdiam, karena aku melihat ruangan seperti yang ada dalam mimpiku. Seketika aku berseru, "Ini yang sering aku lihat dalam mimpiku. Yang selalu mengganggu tidurku."
Pak tua tersenyum, ia berkata bahwa itu adalah rumah Allah. Muslim dari seluruh penjuru dunia datang ke rumah itu untuk melakukan haji dan umrah. Namanya Baitullah. Aku terkejut mengetahuinya. Aku pun bertanya, "Apakah Allah tinggal di sebuah rumah?" Ia menjawab, pertanyaan-pertanyaanku dengan senyum dan penuh perhatian. Sepertinya ia tahu banyak tentang Islam.
Aku tidak mengalami kesulitan berbicara dengannya. Ia menjelaskan setiap hal dalam bahasa ibuku. Aku merasakan kebahagiaan yang aneh saat itu.Ia membimbingku mengucapkan syahadat. Kemudian menjelaskan tentang Muslim dan Islam. Setelah itu aku merasa tidak takut dan juga tidak ada beban dalam pikiranku. Aku merasa diriku sangat cerah. Rasanya seperti berenang di tempat kotor, lalu pindah ke dalam air yang jernih.
Pengelola Islamic Center itu mengangkatku sebagai anak, dan membawaku pulang ke rumahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikahkah aku dengan seorang Muslim. Keinginan pertamaku saat itu adalah melihat rumah Allah. Lalu aku pun pergi melakukan umrah.
Setelah aku memeluk Islam, aku tidak pernah kembali ke India, dan aku pun tidak ingin pergi ke sana. Keluargaku mempunyai hubungan dengan organisasi-organisasi politik dan Hindu di sana. Mereka bahkan telah menawarkan sejumlah uang untuk kepalaku.
Dulu aku diberitahu bahwa mujahidin adalah orang-orang yang suka menindas. Dan mereka sering melakukan penindasan melewati batas. Kami dibuat agar membenci mujahidin. Tapi sekarang aku telah mendapatkan kebenaran, dan aku mencintai mereka. Kuucapkan doa untuk mujahidin dalam setiap shalatku.
Aku juga berdoa kepada Allah, jika Ia mengaruniaiku dengan anak-anak laki-laki, aku akan sangat bahagia jika melihat mereka ada dalam barisan para mujahid. Aku akan mempersembahkan mereka untuk kejayaan Islam. Insya Allah.


Bersumber dari www.hidayatullah.com


Readmore »

Keutamaan Shalat Tahajjud

Apakah kebaikan dan kelebihan yang kita peroleh dari mengerjakan sholat tahajud sementara yang lain sedang nyenyak tidur.

Dari sisi logis, mungkin kita tidak mengerti bahwa perintah Allah itu mendatangkan kebaikan.Bahkan pernah waktu di sekolah,ada temen yang nanya ke guru agama,”Bu kalau melaksanakan sholat tahajud apa kita nantinya nggak masuk angin?”( he..he...pertanyaan yang bodoh bukan?)

Sesungguhnya Sholat tahajud meneguhkan iman kita, jiwa kita, mental kita untuk menghadapi masalah hidup duniawi dan lain-lain .
Kemudian dari sisi sains pengobatan, kita akan menyedot oksigen di atmosfera bumi sekitar jam tiga pagi hingga terbit matahari dan menggerakkan otot-otot di dalam badan kita yang akan menyegarkan badan dan melancarkan aliran darah ditubuh kita.
Kedua hal tersebut, yaitu oksigen dan gerakan otot sangat penting bagi kesehatan tubuh manusia. Oksigen akan hilang dari atmosfera bumi selepas matahari terbit dan tidak datang lagi sampai besok pagi. Hanya manusia yang bangun pada waktu ini yang dapat menikmati oksigen tersebut.

Coba kita kaji pergerakan otot-otot kita ketika sholat.Secara kasar, pertama kita berdiri tegak (qiyam) kemudian mengangkat kedua tangan bertakbir dan meletakkan tangan di atas dada - kita telah membesarkan rongga dada kita sehingga paru-paru akan terasa lapang serta menggerakkan otot di kedua belah tangan.
Ketika ruku' dengan badan membungkuk ke depan dan kedua tangan di atas kepala lutut dan punggung mendatar (parallel to the ground) sekaligus menggerakkan ruas-ruas tulang punggung, tulang leher, tulang pinggang dan tulang tungkai.
Ketika sujud, seluruh berat badan tertumpu sepenuhnya di atas otot-otot kedua tangan, kaki. dada, perut, punggung, leher dan otot-otot kaki. Lihat saja pada waktu sujud ini berapa banyak otot dan persendian yang kita gerakkan.

Setelah itu kita bangkit dari sujud. Kita duduk, kemudian kita sujud lagi dan sesudah itu kita berdiri kembali. Dalam gerakan badan kali ini secara automatik kita telah menggerakkan sejumlah besar otot-otot di dada , bahu, lengan, perut, punggung, peha, kaki bagian bawah dan otto-otot lainnya. Selain itu kita juga melakukan dua jenis duduk - pertama duduk antara dua sujud dan kedua duduk tahiyat. Kedua jenis duduk ini menggerakkan tumit , pangkal paha, selangkangan, jari-jari kaki dan lain-lain.

Ketika kita memberi salam , kita menggerakkan otot-otot leher tengkuk dan lain-lain.
Kalau kita lihat dari dua hal di atas yaitu menghirup oksigen yang istimewa dan gerakan otot-otot yang semuanya itu sudah tentu akan menyehatkan tubuh kita. Sholat tahajud bisa juga menjauhkan penyakit pinggang yang selalu menyerang orang yang banyak tidur dan bangun lewat dari tidur malam.

"Dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji." (Surah al-Isra' 17: 79)
Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa ada di dalam syurga dan dekat dengan air yang mengalir. Sambil mengambil apa yang diberi oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum ini di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah." ( Surah az-Zariat ayat 15-18 )

Sebelumnya saya mohon maaf ,saya memposting tulisan ini bukan berarti saya sudah berhasil melaksanakannya dengan sempurna.Tapi saya berharap ,semoga tulisan ini bisa menginspirasi atau memotivasi kita untuk bisa hidup menjadi lebih baik dari sebelumnya .sayapun saat ini sedang berjuang dan berusaha melawan segala kemalasan untuk mengaplikasinak tulisan ini.Dari dulu saya pingin sekali bisa tidur hanya 3 jam sehari tapi sampai saat ini belum mampu, masih mencoba dan terus mencoba….




Bersumber dari dhyanthea.blogspot.com


Readmore »

Syarat yang harus dipenuhi dalam Ibadah

Oleh
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin

Perlu diketahui bahwa mutaba'ah (mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) tidak akan tercapai kecuali apabila amal yang dikerjakan sesuai dengan syari'at dalam enam perkara.

Pertama : Sebab.

Jika seseorang melakukan suatu ibadah kepada Allah dengan sebab yang tidak disyari'atkan, maka ibadah tersebut adalah bid'ah dan tidak diterima (ditolak). Contoh : Ada orang yang melakukan shalat tahajud pada malam dua puluh tujuh bulan Rajab, dengan dalih bahwa malam itu adalah malam Mi'raj Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dinaikkan ke atas langit). Shalat tahajud adalah ibadah, tetapi karena dikaitkan dengan sebab tersebut menjadi bid'ah. Karena ibadah tadi didasarkan atas sebab yang tidak ditetapkan dalam syari'at. Syarat ini -yaitu : ibadah harus sesuai dengan syari'at dalam sebab - adalah penting, karena dengan demikian dapat diketahui beberapa macam amal yang dianggap termasuk sunnah, namun sebenarnya adalah bid'ah.

Kedua : Jenis.

Artinya : ibadah harus sesuai dengan syari'at dalam jenisnya. Jika tidak, maka tidak diterima. Contoh : Seorang yang menyembelih kuda untuk kurban adalah tidak sah, karena menyalahi ketentuan syari'at dalam jenisnya. Yang boleh dijadikan kurban yaitu unta, sapi dan kambing.

Ketiga : Kadar (Bilangan).

Kalau seseorang yang menambah bilangan raka'at suatu shalat, yang menurutnya hal itu diperintahkan, maka shalat tersebut adalah bid'ah dan tidak diterima, karena tidak sesuai dengan ketentuan syari'at dalam jumlah bilangan rakaatnya. Jadi, apabila ada orang shalat zhuhur lima raka'at, umpamanya, maka shalatnya tidak sah.

Keempat : Kaifiyah (Cara).

Seandainya ada orang berwudhu dengan cara membasuh tangan, lalu muka, maka tidak sah wudhunya karena tidak sesuai dengan cara yang ditentukan syari'at.

Kelima : Waktu.

Apabila ada orang yang menyembelih binatang kurban pada hari pertama bulan Dzul Hijjah, maka tidak sah, karena waktu melaksanakannya tidak menurut ajaran Islam.

Saya pernah mendengar bahwa ada orang bertaqarub kepada Allah pada bulan Ramadhan dengan menyembelih kambing. Amal seperti ini adalah bid'ah, karena tidak ada sembelihan yang ditujukan untuk bertaqarrub kepada Allah kecuali sebagai kurban, denda haji dan akikah. Adapun menyembelih pada bulan Ramadhan dengan i'tikad mendapat pahala atas sembelihan tersebut sebagaimana dalam Idul Adha adalah bid'ah. Kalau menyembelih hanya untuk memakan dagingnya, boleh saja.

Keenam : Tempat.

Andaikata ada orang beri'tikaf di tempat selain masjid, maka tidak sah i'tikafnya. Sebab tempat i'tikaf hanyalah di masjid. Begitu pula, andaikata ada seorang wanita hendak beri'tikaf di dalam mushalla di rumahnya, maka tidak sah i'tikafnya, karena tempat melakukannya tidak sesuai dengan ketentuan syari'at, Contoh lainnya : Seseorang yang melakukan thawaf di luar Masjid Haram dengan alasan karena di dalam sudah penuh sesak, tahawafnya tidak sah, karena tempat melakukan thawaf adalah dalam Baitullah tersebut, sebagaimana firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf". [Al-Hajj : 26].

Kesimpulan dari penjelasan di atas, bahwa ibadah seseorang tidak termasuk amal shaleh kecuali apabila memenuhi dua syarat, yaitu :

Pertama : Ikhlas
Kedua : Mutaba'ah.

Dan Mutaba'ah tidak akan tercapai kecuali dengan enam perkara yang telah diuraikan tadi.


[Disalin dari buku Al-Ibdaa' fi Kamaalisy Syar'i wa Khatharil Ibtidaa' edisi Indonesia Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bid'ah karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-'Utsaimin, penerjemah Ahmad Masykur MZ, terbitan Yayasan Minhajus Sunnah, Bogor - Jabar]



Bersumber dari ww.almanhaj.or.id


Readmore »

Penulisan Al-qur'an dan Pengumpulannya

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin


Penulisan dan pengumpulan Al-Qur’an melewati tiga jenjang.

Tahap Pertama.
Zaman Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada jenjang ini penyandaran pada hafalan lebih banyak daripada penyandaran pada tulisan karena hafalan para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum sangat kuat dan cepat di samping sedikitnya orang yang bisa baca tulis dan sarananya. Oleh karena itu siapa saja dari kalangan mereka yang mendengar satu ayat, dia akan langsung menghafalnya atau menuliskannya dengan sarana seadanya di pelepah kurma, potongan kulit, permukaan batu cadas atau tulang belikat unta. Jumlah para penghapal Al-Qur’an sangat banyak

Dalam kitab Shahih Bukhari [1] dari Anas Ibn Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus tujuh puluh orang yang disebut Al-Qurra’. Mereka dihadang dan dibunuh oleh penduduk dua desa dari suku Bani Sulaim ; Ri’l dan Dzakwan di dekat sumur Ma’unah. Namun di kalangan para sahabat selain mereka masih banyak para penghapal Al-Qur’an, seperti Khulafaur Rasyidin, Abdullah Ibn Mas’ud, Salim bekas budak Abu Hudzaifah, Ubay Ibn Ka’ab, Mu’adz Ibn Jabal, Zaid Ibn Tsabit dan Abu Darda Radhiyallahu ‘anhum.

Tahap Kedua
Pada zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu tahun dua belas Hijriyah. Penyebabnya adalah : Pada perang Yamamah banyak dari kalangan Al-Qurra’ yang terbunuh, di antaranya Salim bekas budak Abu Hudzaifah ; salah seorang yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengambil pelajaran Al-Qur’an darinya.

Maka Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Qur’an agar tidak hilang. Dalam kitab Shahih Bukahri [2] disebutkan, bahwa Umar Ibn Khaththab mengemukakan pandangan tersebut kepada Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu setelah selesainya perang Yamamah. Abu Bakar tidak mau melakukannya karena takut dosa, sehingga Umar terus-menerus mengemukakan pandangannya sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan pintu hati Abu Bakar untuk hal itu, dia lalu memanggil Zaid Ibn Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, di samping Abu Bakar bediri Umar, Abu Bakar mengatakan kepada Zaid : “Sesunguhnya engkau adalah seorang yang masih muda dan berakal cemrerlang, kami tidak meragukannmu, engkau dulu pernah menulis wahyu untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sekarang carilah Al-Qur’an dan kumpulkanlah!”, Zaid berkata : “Maka akupun mencari dan mengumpulkan Al-Qur’an dari pelepah kurma, permukaan batu cadas dan dari hafalan orang-orang. Mushaf tersebut berada di tangan Abu Bakar hingga dia wafat, kemudian dipegang oleh Umar hingga wafatnya, dan kemudian di pegang oleh Hafsah Binti Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Diriwayatkan oleh Bukhari secara panjang lebar.

Kaum muslimin saat itu seluruhnya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar, mereka menganggap perbuatannya itu sebagai nilai positif dan keutamaan bagi Abu Bakar, sampai Ali Ibn Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mengatakan : “Orang yang paling besar pahalanya pada mushaf Al-Qur’an adalah Abu Bakar, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi rahmat kepada Abu Bakar karena, dialah orang yang pertama kali mengumpulkan Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tahap Ketiga
Pada zaman Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu pada tahun dua puluh lima Hijriyah. Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin pada dialek bacaan Al-Qur’an sesuai dengan perbedaan mushaf-mushaf yang berada di tangan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Hal itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, maka Utsman Radhiyallahu ‘anhu memerintahkan untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf sehingga kaum muslimin tidak berbeda bacaannya kemudian bertengkar pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akhirnya berpecah belah.

Dalam kitab Shahih Bukhari [3] disebutkan, bahwasanya Hudzaifah Ibnu Yaman Radhiyallahu ‘anhu datang menghadap Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu dari perang pembebasan Armenia dan Azerbaijan. Dia khawatir melihat perbedaaan mereka pada dialek bacaan Al-Qur’an, dia katakan : “Wahai Amirul Mukminin, selamtakanlah umat ini sebelum mereka berpecah belah pada Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti perpecahan kaum Yahudi dan Nasrani!” Utsman lalu mengutus seseorang kepada Hafsah Radhiyallahu ‘anhuma : “Kirimkan kepada kami mushaf yang engkau pegang agar kami gantikan mushaf-mushaf yang ada dengannya kemudian akan kami kembalikan kepadamu!”, Hafshah lalu mengirimkan mushaf tersebut.

Kemudian Utsman memerintahkan Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Sa’id Ibnul Ash dan Abdurrahman Ibnul Harits Ibn Hisyam Radhiyallahu ‘anhum untuk menuliskannya kembali dan memperbanyaknya. Zaid Ibn Tsabit berasal dari kaum Anshar sementara tiga orang yang lain berasal dari Quraisy. Utsman mengatakan kepada ketiganya : “Jika kalian berbeda bacaan dengan Zaid Ibn Tsabit pada sebagian ayat Al-Qur’an, maka tuliskanlah dengan dialek Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan dengan dialek tersebut!”, merekapun lalu mengerjakannya dan setelah selesai, Utsman mengembalikan mushaf itu kepada Hafshah dan mengirimkan hasil pekerjaan tersebut ke seluruh penjuru negeri Islam serta memerintahkan untuk membakar naskah mushaf Al-Qur’an selainnya.

Utsman Radhiyallahu ‘anhu melakukan hal ini setelah meminta pendapat kepada para sahabat Radhiyalahu ‘anhum yang lain sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud [4] dari Ali Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia mengatakan : “Demi Allah, tidaklah seseorang melakukan apa yang dilakukan pada mushaf-mushaf Al-Qur’an selain harus meminta pendapat kami semuanya”, Utsman mengatakan : “Aku berpendapat sebaiknya kita mengumpulkan manusia hanya pada satu Mushaf saja sehingga tidak terjadi perpecahan dan perbedaan”. Kami menjawab : “Alangkah baiknya pendapatmu itu”.

Mush’ab Ibn Sa’ad [5] mengatakan : “Aku melihat orang banyak ketika Utsman membakah mushaf-mushaf yang ada, merekapun keheranan melihatnya”, atau dia katakan : “Tidak ada seorangpun dari mereka yang mengingkarinya, hal itu adalah termasuk nilai positif bagi Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu ‘anhu yang disepakati oleh kaum muslimin seluruhnya. Hal itu adalah penyempurnaan dari pengumpulan yang dilakukan Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu.

Perbedaan antara pengumpulan yang dilakukan Utsman dan pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar Radhiyallahu anhuma adalah : Tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Abu Bakar adalah menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf agar tidak tercecer dan tidak hilang tanpa membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf ; hal itu dikarenakan belih terlihat pengaruh dari perbedaan dialek bacaan yang mengharuskannya membawa mereka untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an saja.

Sedangkan tujuan dari pengumpulan Al-Qur’an di zaman Utsman Radhiyallahu ‘anhu adalah : Mengumpulkan dan menuliskan Al-Qur’an dalam satu mushaf dengan satu dialek bacaan dan membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf Al-Qur’an karena timbulnya pengaruh yang mengkhawatirkan pada perbedaan dialek bacaan Al-Qur’an.

Hasil yang didapatkan dari pengumpulan ini terlihat dengan timbulnya kemaslahatan yang besar di tengah-tengah kaum muslimin, di antaranya : Persatuan dan kesatuan, kesepakatan bersama dan saling berkasih sayang. Kemudian mudharat yang besarpun bisa dihindari yang di antaranya adalah : Perpecahan umat, perbedaan keyakinan, tersebar luasnya kebencian dan permusuhan.

Mushaf Al-Qur’an tetap seperti itu sampai sekarang dan disepakati oleh seluruh kaum muslimin serta diriwayatkan secara Mutawatir. Dipelajari oleh anak-anak dari orang dewasa, tidak bisa dipermainkan oleh tangan-tangan kotor para perusak dan tidak sampai tersentuh oleh hawa nafsu orang-orang yang menyeleweng.

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala Tuhan langit, Tuhan bumi dan Tuhan sekalian alam.

[Disalin dari kitab Ushuulun Fie At-Tafsir edisi Indonesia Belajar Mudah Ilmu Tafsir oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka As-Sunnah, Penerjemah Farid Qurusy]
__________
Foote Note
[1]. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Al-Jihad, Bab Al-Aunu Bil Madad, hadits nomor 3064
[2]. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab At-Tafsir, Bab Qauluhu Ta’ala : Laqad jaa’akum Rasuulun Min Anfusikum Aziizun Alaihi Maa Anittum … al-ayat
[3]. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Fadhaailul Qur’an, Bab Jam’ul Qur’an, hadits nomor 4978
[4]. Diriwayatkan oleh Al-Khatib dalam Kitabnya Al-Fashl Lil Washl Al-Mudraj, jilid : 2 halaman 954, dalam sanadnya terdapat rawi bernama Muhammad Ibn Abban Al-Ju’fi (Al-Ilal karya Ad-Daruquthni, jilid 3, halaman 229-230), Ibn Ma’in mengatakan : “Dia dha’if (Al-Jarhu wat Ta’dil karya Ar-Razi, jilid 7 halam 200.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab Al-Mashaahif halaman 22
[5]. Diriwayatklan oleh Abu Dawud dalam Kitab Al-Mashaahif, Hal. 12



Bersumber dari www.almanhaj.or.id

Readmore »

Tanda-Tanda Kiamat



Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Tentang datangnya hari Kiamat, maka tidak ada seorang pun yang mengetahui, baik Malaikat, Nabi, maupun Rasul, masalah ini adalah perkara ghaib dan hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala sajalah yang mengetahuinya. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Mereka bertanya kepadamu tentang Kiamat: ‘Kapankah terjadinya.’ Katakanlah: ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang hari Kiamat itu adalah pada sisi Rabb-ku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba.’ Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang hari Kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.’” [Al-A’raaf: 187]

uga firman-Nya:

“Manusia bertanya kepadamu tentang hari Berbangkit. Katakanlah: ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang hari Berbangkit itu hanya di sisi Allah.’ Dan tahukah kamu wahai (Muhammad), boleh jadi hari Berbangkit itu sudah dekat waktunya.” [Al-Ahzaab: 63]

Juga ketika Malaikat Jibril Alaihissalam mendatangi Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bertanya:
“Kabarkanlah kepadaku, kapan terjadi Kiamat?”
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallammenjawab:
“Tidaklah orang yang ditanya lebih mengetahui daripada orang yang bertanya.” [1]

Meskipun waktu terjadinya hari Kiamat tidak ada yang mengetahuinya, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tanda-tanda Kiamat tersebut. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepada ummatnya tentang tanda-tanda Kiamat. Para ulama membaginya menjadi dua: (pertama) tanda-tanda kecil dan (kedua) tanda-tanda besar.

Tanda-tanda kecil sangat banyak dan sudah terjadi sejak zaman dahulu dan akan terus terjadi di antaranya adalah wafatnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, munculnya banyak fitnah, munculnya fitnah dari arah timur (Iraq), timbulnya firqah Khawarij, munculnya orang yang mengaku sebagai Nabi, hilangnya amanah, diangkatnya ilmu dan merajalelanya kebodohan, banyaknya perzinaan, banyaknya orang yang bermain musik[2] , banyak orang yang minum khamr (minuman keras) dan merebaknya perjudian, masjid-masjid dihias, banyak bangunan yang tinggi, budak melahirkan tuannya, banyaknya pembunuhan, banyaknya kesyirikan, banyaknya orang yang memutuskan silaturrahim, banyaknya orang yang bakhil, wafatnya para ulama dan orang-orang shalih, banyaknya orang yang belajar kepada Ahlul Bid’ah, banyaknya wanita yang berpakaian tetapi telanjang[3], dan lain-lainnya. [4]

Banyak sekali dalil tentang hal ini, diantaranya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Perhatikanlah enam tanda-tanda hari Kiamat: (1) wafatku, (2) penaklukan Baitul Maqdis, (3) wabah kematian (penyakit yang menyerang hewan sehingga mati mendadak) yang menyerang kalian bagaikan wabah penyakit qu’ash yang menyerang kambing, (4) melimpahnya harta hingga seseorang yang diberikan kepadanya 100 dinar, ia tidak rela menerimanya, (5) timbulnya fitnah yang tidak meninggalkan satu rumah orang Arab pun melainkan pasti memasukinya, dan (6) terjadinya perdamaian antara kalian dengan bani Asfar (bangsa Romawi), namun mereka melanggarnya dan mendatangi kalian dengan 80 kelompok besar pasukan. Setiap kelompok itu terdiri dari 12 ribu orang.” [5]

Juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Sesungguhnya di antara tanda-tanda hari Kiamat adalah : diangkatnya ilmu, tersebarnya kebodohan, diminumnya khamr, dan merajalelanya perzinaan.” [6]

Kemudian munculnya tanda-tanda yang kedua, yaitu tanda-tanda Kiamat yang besar sebagai tanda telah dekatnya hari Kiamat. Penulis khususkan pembahasan tentang sebagian tanda-tanda Kiamat yang besar, karena ada sebagian orang (golongan) yang menolak tentang tanda-tanda besar tersebut berdasarkan akal, ra’yu dan hawa nafsu. Padahal para ulama Ahlus Sunnah sudah membahas permasalahan ini dalam kitab-kitab tafsir, kitab-kitab hadits, dan kitab-kitab ‘aqidah mereka.

Pembahasan mengenai permasalahan ini mengikuti jejak para ulama Ahlus Sunnah dalam kitab-kitab mereka, seperti dalam kitab Syarhul ‘Aqiidah ath-Thahaawiyyah [7] dan kitab-kitab lainnya.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengimani tentang adanya tanda-tanda Kiamat yang besar (kubra) seperti,[8] keluarnya Imam Mahdi, Dajjal, turunnya Nabi ‘Isa Alaihissalam dari langit, Ya’juj dan Ma’juj, terbitnya matahari dari barat, dan yang lainnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan Malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan Rabb-mu atau kedatangan sebagian tanda-tanda Rabb-mu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengu-sahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: ‘Tunggulah olehmu sesungguhnya kami pun menunggu (pula).’” [Al-An’aam: 158]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Hari Kiamat tidak akan terjadi sehingga kalian melihat sepuluh tanda: (1) penenggelaman permukaan bumi di timur, (2) penenggelaman permukaan bumi di barat, (3) penenggelaman permukaan bumi di Jazirah Arab, (4) keluarnya asap, (5) keluarnya Dajjal, (6) keluarnya binatang besar, (7) keluarnya Ya’juj wa Ma’juj, (8) terbitnya matahari dari barat, dan (9) api yang keluar dari dasar bumi ‘Adn yang menggiring manusia, serta (10) turunnya ‘Isa bin Maryam Alaihissalam.” [8]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, PO BOX 7803/JACC 13340A. Cetakan Ketiga Jumadil Awwal 1427H/Juni 2006M]
_________
Footnotes
[1]. HSR. Muslim (no. 2, 3, 4 dan 8), Abu Dawud (no. 4605, 4697), at-Tirmidzi (no. 2610), Ibnu Majah (no. 63) dan Ahmad (I/52).
[2]. Musik di dalam Islam hukumnya haram, sebagaimana haramnya khamr, zina, perjudian, dan lain-lain.
[3]. Terbukanya aurat termasuk dosa besar.
[4]. Untuk mengetahui lebih lengkap, lihat Asyraathus Saa’ah (hal. 57-235), oleh Dr. Yusuf bin ‘Abdillah al-Wabil.
[5]. HR. Al-Bukhari (no. 3176), dari Sahabat ‘Auf bin Malik z.
[6]. HR. Al-Bukhari (no. 80).
[7]. Lihat Syarhul ‘Aqiidah ath-Thahaawiyyah (hal. 499) tahqiq Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.
[8]. Untuk lebih lengkapnya lihat an-Nihaayah fil Fitan wal Malaahim karya Ibnu Katsir, tahqiq Ahmad Abdusy Syaafi’, cet. Daarul Kutub al-Ilmiyah 1411 H, Asyraathus Saa’ah oleh Dr. Yusuf al-Wabil, cet. Maktabah Ibnul Jauzi, Qishshatul Masiih ad-Dajjaal wa Nuzuuli ‘Isa Alaihissalam wa Qatlihi Iyyaahu oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany, cet. Maktabah Islamiyyah dan Fashlul Maqaal fii Raf’i ‘Isa Hayyan wa Nuzuulihi wa Qatlihid Dajjaal oleh Dr. Muhammad Khalil Hirras, cet. Maktabah As-Sunnah.
HR. Muslim (no. 2901 (40)), Abu Dawud (no. 4311), at-Tirmidzi (no. 2183), Ibnu Majah (no. 4055), Imam Ahmad (IV/6), dari Sahabat Hudzaifah bin Asiid Radhiyallahu 'anhu dan ini lafazh Muslim. At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih.” Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam Tahqiiq Musnadil Imaam Ahmad (no. 16087).




Bersumber dari www.almanhaj.or.id


Readmore »

Iman Menurut Ahlus Sunnah Wal Jamaah

Bagaimana pengertian Iman menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah? Apakah Iman itu bisa bertambah atau berkurang? Jawab Pengertian Iman menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah adl ikrar dalam hati diucapkan dgn lisan dan diamalkan dgn anggota badan. Jadi Iman itu mencakup tiga hal Ikrar dgn hati. Pengucapan dgn lisan. Pengamalan dgn anggota badan. Jika keadaannya demikian maka iman itu akan bisa bertambah atau bisa saja berkurang. Lagi pula nilai ikrar itu tidak selalu sama. Ikrar atau pernyataan krn memperoleh satu berita tidak sama dgn jika langsung melihat persoalan dgn kepala mata sendiri. Pernyataan krn memperoleh berita dari satu orang tentu berbeda dari pernyataan dgn memperoleh berita dari dua orang. Demikian seterusnya. Oleh krn itu Ibrahim ‘Alaihis Sallam pernah berkata seperti yg dicantumkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. “Ya Rabbku perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang yg mati. Allah berfirman

‘Apakah kamu belum percaya’. Ibrahim menjawab ‘Saya telah percaya akan tetapi agar bertambah tetap hati saya”. Iman akan bertambah tergantung pada pengikraran hati ketenangan dan kemantapannya. Manusia akan mendapatkan hal itu dari dirinya sendiri maka ketika menghadiri majlis dzikir dan mendengarkan nasehat didalamnya disebutkan pula perihal surga dan neraka ; maka imannya akan bertambah sehingga seakan-akan ia menyaksikannya dgn mata kepala. Namun ketika ia lengah dan meninggalkan majlis itu maka bisa jadi keyakinan dalam hatinya akan berkurang. Iman juga akan bertambah tergantung pada pengucapan maka orang berdzikir sepuluh kali tentu berbeda dgn yg berdzikir seratus kali. Yang kedua tentu lbh banyak tambahannya. Demikian halnya dgn orang yg beribadah secara sempurna tentunya akan lbh bertambah imannya ketimbang orang yg ibadahnya kurang. Dalam hal amal perbuatan pun juga demikian orang yg amalan dgn anggota badannya jauh lbh banyak daripada orang lain maka ia akan lbh bertambah imannya daripada orang yg tidak melakukan perbuatan seperti dia. Tentang bertambah atau berkurangnya iman ini telah disebutkan di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Allah Ta’ala berfirman yg artinya “Dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan utk jadi cobaan bagi orang-orang kafir supaya orang-orang yg diberi Al-Kitab yakin dan supaya orang-orang yg beriman bertambah imannya”. “Dan apabila diturunkan suatu surat maka diantara mereka ada yg berkata ‘Siapa di antara kamu yg bertambah imannya dgn surat ini ?’ Adapun orang yg beriman maka surat ini menambah imannya sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yg di dalam hati mereka ada penyakit maka dgn surat itu bertambah kekafiran mereka di samping kekafirannya dan mereka mati dalam keadaan kafir”. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa kaum wanita itu memiliki kekurangan dalam soal akal dan agamanya. Dengan demikian maka jelaslah kiranya bahwa iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang. Namun ada masalah yg penting apa yg menyebabkan iman itu bisa bertambah ? Ada beberapa sebab di antaranya Mengenal Allah dgn nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Setiap kali marifatullahnya seseorang itu bertambah maka tak diragukan lagi imannya akan bertambah pula. Oleh krn itu para ahli ilmu yg mengetahui benar-benar tentang asma’ Allah dan sifat-sifat-Nya lbh kuat imannya daripada yg lain. Memperlihatkan ayat-ayat Allah yg berupa ayat-ayat kauniyah maupun syar’iyah. Seseorang jika mau memperhatikan dan merenungkan ayat-ayat kauniyah Allah yaitu seluruh ciptaan-Nya maka imannya akan bertambah. Allah Ta’ala berfirman. Artinya “Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yg yakin dan pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan” . Ayat-ayat lain yg menunjukkan bahwa jika manusia mau memperhatikan dan merenungkan alam ini maka imannya akan semakin bertambah banyak melaksanakan ketaatan. Seseorang yg mau menambah ketaatannya maka akan bertambah pula imannya apakah ketaatan itu berupa qauliyah maupun fi’liyah. Berdzikir umpamanya akan menambah keimanan secara kuantitas dan kualitas. Demikian juga shalat puasa dan haji akan menambah keimanan secara kuantitas maupun kualitas. Adapun penyebab berkurangnya iman adl kebalikan daripada penyebab bertambahnya iman yaitu -Jahil terhadap asma’ Allah dan sifat-sifat-Nya. Ini akan menyebabkan berkurangnya iman. Karena apabila mari’fatullah seseorang tentang asma’ dan sifat-sifat-Nya itu berkurang tentu akan berkurang juga imannya. -Berpaling dari tafakkur mengenai ayat-ayat Allah yg kauniyah maupun syar’iyah. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya iman atau paling tidak membuat keimanan seseorang menjadi statis tidak pernah berkembang. -Berbuat maksiat. Kemaksiatan memiliki pengaruh yg besar terhadap hati dan keimanan seseorang. Oleh krn itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda “Tidaklah seseorang itu berbuat zina ketika melakukannnya sedang ia dalam keadaan beriman”. -Meninggalkan ketaatan. Meninggalkan keta’atan akan menyebabkan berkurangnya keimanan. Jika ketaatan itu berupa kewajiban lalu ditinggalkannya tanpa udzur maka ini merupakan kekurangan yg dicela dan dikenai sanksi. Namun jika ketaatan itu bukan merupakan kewajiban atau berupa kewajiban namun ditinggalkannya dgn udzur maka ini juga merupakan kekurangan namun tidak dicela. Karena itulah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menilai kaum wanita sebagai manusia yg kurang akal dan kurang agamanya. Alasan kurang agamanya adl krn jika ia sedang haid tidak melakukan shalat dan puasa. Namun ia tidak dicela krn meninggalkan shalat dan puasa itu ketika sedang haid bahkan memang diperintahkan meninggalkannya. Akan tetapi jika hal ini dilakukan oleh kaum laki-laki maka jelas akan mengurangi keimanannya dari sisi yg satu ini. Sumber Soal Jawab Masalah Iman dan Tauhid Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia.



Bersumber dari file al_islam.chm>nuansaislam.com

Readmore »

Apa Itu Islam

Islam adalah risalah Allah SWT. yang terakhir bagi manusia, oleh karena itu Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah SWT. kepada Nabi-Nya yang terakhir yaitu Sayidina Muhammad Saw.. Dan juga sesungguhnya Nabi Muhammad Saw. adalah membawa risalah Allah SWT. yang universal dan sebagai pembuka untuk semua alam. Setiap Nabi datang dengan risalah dari Allah SWT. untuk kaumnya masing-masing, sedangkan Nabi Muhammad Saw. dengan Islam sebagai risalah Allah SWT. yang terakhir untuk semua manusia bahkan jin. Allah SWT. berfirman: "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam."( QS. Al-Anbiya': 107), Allah SWT. berfirman: "Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui." (QS. Saba': 28), dan Allah SWT. berfirman: "Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua" (QS. Al-A'raf: 158) Dan juga Nabi Muhammad Saw. telah mengkabarkan kepada kita bahwa sesungguhnya Allah SWT. telah mengkhususkan Nabi Muhammad Saw. dengan amanat seperti ini, maka Nabi Muhammad Saw bersabda: "Nabi yang dahulu diutus untuk kaum yang khusus, sedangkan aku diutus untuk manusia seluruhnya" (HR. Bukhari Muslim)

Islam adalah agama yang mudah, tidak sukar dan tidak sempit, Allah SWT. berfirman: "Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan." (QS. Al-Hajj: 78) Allah SWT. juga berfirman: "Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu." (QS. Al-Baqarah: 185) dan asas Allah SWT. kepada agama ini secara dzahir ada lima rukun yaitu: Dua Syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji ke baitullah. dan di dalam akidah kita yaitu rukun iman, ada enam rukun yaitu: Iman kepada Allah SWT., Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Kitab-Kitab-Nya, hari kiamat, dan ketetapan yang baik dan buruk. Kemudian keimanan dibagi kedalam rincian-rincian yang banyak, yaitu beberapa perintah dan larangan di dalam Syariat Islamiyah yang telah menghubungkan dalam jumlahnya kepada sebuah kejelasan, dan tujuh puluh cabang seperti yang dikabarkan oleh orang yang percaya dan dipercaya.
Sebuah Hadits Jibril as. yang menjelaskan rukun Islam dan Iman, diriwayatkan oleh tuan kita 'Umar ra. Berkata: Suatu ketika kami sedang berada di sebuah majlis bersama Rasulullah Saw. ketika itu muncul seoarang laki-laki yang sangat putih bajunya dan sangat hitam rambutnya, tidak terlihat kepadanya bekas perjalanan yang jauh, dan satupun dari kita tidak mengenalnya, kemudian dia duduk dihadapan Nabi Saw, lalu orang itu menyenderkan lututnya kepada lutut Nabi Saw., dan meletakan telapak tangannya di atas paha Nabi Saw., dan berkata: "Wahai Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang Islam".
Maka Rasulullah Saw. bersabda: "Islam adalah kamu bersaksi bahwa tiada ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, memberikan zakat, puasa di bualan Ramadhan, dan haji ke baitullah jika kamu mampu menjalankannya.". Orang itu berkata: "Kamu benar". 'Umar berkata: "Maka kami terkejut kepadanya, dia bertanya dan membenarkannya. Kemudian orang laki-laki itu bertanya lagi: "Lalu kabarkan lah kepadaku tentang iman". Nabi menjawab: "Kamu percaya kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan takdir baik dan buruk". Dia berkata: "Kamu benar". Kemudian bertanya lagi: "Lalu kabarkanlah kepadaku tentang Ihsan". Nabi menjawab: "Kamu menyembah Allah seperti kamu melihat-Nya tetapi jika belum dapat melihat-Nya maka sesungguhnya Beliau melihatmu". Lalu dia bertanya lagi: kabarkanlah kepadaku tentang hari kiamat. Nabi menjawab: "Orang yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada orang yang bertanya". Lalu dia bertanya lagi: Kabarkanlah kepadku tentang janji hari kiamat. Nabi menjawab: "Ketika pembantu melahirkan anak, kamu melihat para pemimpin tanpa alas kaki sehingga ketergantungan dengan orang lain dan bangunan-bangunan semakin tinggi". Berkata 'Umar: "Kemudian orang laki-laki itu keluar maka aku timbul pertanyaan dalam hatiku, kemudian Nabi bersabda kepadaku: "Wahai 'Umar apakah kamu mengetahui siapa orang yang bertanya itu". Aku berkata: "Allah dan Rasul lebih mengetahui". Rasul berkata: "Sesungguhnya dia adalah Jibril, dia datang untuk memberi pengetahuan tentang agama kalian" (HR. Muslim: juz 1 hal. 37) Dan Nabi Saw. mengkabarkan tantang cabang iman, lalu Nabi berkata: "Sebuah kejelasan bahwa tujuh puluh cabang iman dan sifat malu adalah sebagian cabang iman" (HR. Bukhari: juz 1 hal. 63)
Adapun dengan penamaan Islam dengan kata Islam: sesungguhnya Islam adaah agama yang selamat dan diselamatkan oleh Allah Tuhan semesta alam, maka Islam adalah agama yang mengajak Muslim untuk berpasrah kepada Allah yang satu dan melepaskan dari segala sesuatu yang selainnya dari Tuhan-Tuhan, patung-patung sampai segala sesuatu yang menjadikan manusia musyrik bersama Tuhannya, karena sesungguhnya dia mengikuti hawa nafsunya, Allah berfirman: "Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?" (QS. Al-Furqan: 43), sama juga mengajak Muslim kepada keselamatan hanya untuk diri sendiri, padahal bersama adanya keluasan Allah, dalam masalah ini Nabi Saw. bersabda: "Seorang Muslim sebagian dari keselamatan Muslim-Muslim yang lainnya dari lisannya dan tangannya" (HR. Bukhari Muslim: juz 1 hal. 13)
Islam adalah agama yang diridhai oleh Allah, Allah lah yang menamakan Islam dengan kata ini dan meridhainya karena sesungguhnya Beliau adalah Tuhan semesta alam, Allah SWT. berfirman: "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS. Al-Ma'idah: 3). Allah SWT. juga berfirman: "(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia." (QS. Al-Hajj: 78), Allah menamakan Muslim kepada orang Islam, karena kekhususan-kekhususan dari umat yang terakhir ini. Umat yang memiliki agama yang terakhir, Nabi Saw. yang terakhir. Sesungguhnya orang yahudi menamakan dirinya sendiri yang sebagai binaan dakwahnya Nabi Musa as., Allah SWT. bercerita dalam firman-Nya: "Sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu."" (QS. Al-'Araf: 156). Begitu juga orang-orang Nasrani menamakan dirinya sendiri, Allah SWT. berfirman: "Dan diantara orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani", ada yang telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya." (QS. Al-'Araf: 156). Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam karena telah mengkhususkan dan melebihkan kita atas semua ciptaannya yang sempurna.
Dan kita mengharapkan dengan jawaban ini kita dapat mengetahui tentang kedudukan Islam antara risalah-risalah yang terdahulu, juga kita mengerti tentang agama kita secara keseluruhan, bagaimana dinamakan dengan kata Islam dan penemaan pengikut Islam yaitu Muslim. Shalawat serta salamnya Allah atas Nabi kita, keluarganya, dan para sahabatnya, dan Allah SWT. yang paling tinggi dan paling mengetahui.




Bersumber dari /dzikriii.multiply.com



Readmore »